Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-lain di bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradap tasi dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosio budaya (Kliemen, 2002).
UU No. 23, Tahun 1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: “Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi”.
Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur -unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan.
Sebaliknya, seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis), atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja atau kegiatannya terganggu. Walaupun seseorang sakit (istilah sehari -hari) seperti masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia di anggap tidak sakit(BPS, 2004).
Istilah sehat mengandung banyak muatan kultural, sosial dan pengertian profesional yang beragam. Dulu dari sudut pandangan kedokteran, sehat sangat erat kaitannya dengan kesakitan dan penyakit. Dalam kenyataannya tidaklah sesederhana itu, sehat harus dilihat dari berbagai aspek. WHO melihat sehat dari berbagai aspek fisik, psikis, sosial dan spiritual (Walukow, 2004).
Karakteristik Sehat lansia
Sejumlah penyakit yang sering diderita lansia, antara lain: diabetes melitus, hipertensi, gagal jantung, osteoporosis dan PPOK. Karena itu yang dikatakan lansia sehat adalah lansia yang terbebas dari berbagai potensi penyakit di atas. Mulyana (2004), menyebutkan karakteristik lansia sehat diantaranya:
a. Merefleksikan perhatian pada individu sebagai manusia.
b. Memandang sehat dalam konteks lingkungan internal dan eksternal.
c. Sehat diartikan sebagai hidup yang kreatif dan produktif.
Artinya, sehat bukan merupakan suatu kondisi tetapi merupakan penyesuaian, bukan merupakan suatu keadaan tapi merupakan proses. Proses disini adalah adaptasi individu yang tidak hanya terhadap fisik mereka tetapi juga terhadap lingkungan sosialnya.
Pemeriksaan Fisik Pada Lansia
Tata cara pemerikasaan fisik dilakukan sebagaimana halnya peosedur yang ditempuh pada kelompok usia lainnya. Namun, dalam melakukan pengkajian fisik pada klien lansia secara efektif memerlukan penilaian terhadap status kesehatannya secara tepat. Seperti biasa, pemeriksaan fisik mencakup inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Dalam uraian berikut ini tidak dimaksudkan untuk mendalami teknik pemeriksaan fisik secara menyeluruh, namun hanya dititikberatkan pada butir-butir yang perlu untuk pasien lansia. Pemeriksaan fisik terdiri atas pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan fisik menurut masing-masing sitem tubuh (Tamher & Noorkasiani, 2009).
Pemeriksaan fisik umum pada lansia ditujukan untuk dapat mengidentifikasi keadaan umumnya dengan penekanan pada tanda-tanda vital, keadaan gizi, aktivitas tubuh, baik dalam keadaan berbaring atau berjalan. Juga pemeriksaan umum mencakup berbagai hal antara lain penilaian status mental, kesadaran, bahkan termasuk pula kondisi kulit dan kelenjar getah bening. Tanda-tanda vital di atas meliputi: pemeriksaan nadi, suhu, dan tekanan darah (kadang-kadang disertai pengukuran tekanan vena jugularis). Pemeriksaan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dilakukan sesuai yang diperlukan (Tamher & Noorkasiani, 2009).
Inspeksi dilakukan menyeluruh, namun dengan cara terfokus, serta dilakukan dengan tidak mengabaikan sikap perawat yang menghargai lansia. Observasi yang menyeluruh diarahkan pada hal-hal berikut:
- Membandingkan usia kronologis terhadap usia sekarang.
- Aspek gender, suku.
- Perkembangan perawatan.
- Kebersihan (cara berdandan).
- Ekspresi wajah, cara bicara.
- Pengamatan pada daerah kulit, dilihat keriput/kerut-kerut, warna kulit keabu-abuan, kering dan rambut rapuh.
- Gerakan melambat, menggunakan alat bantu ambulasi, dan memperlihatkan langkah-langkah yang kaku.
- Diamati pula perihal berat dan tinggi badan, apakah sesuai. Bentuk dan bagian-bagian tubuh apakah simetris.
- Gejala seperti tremor, kontraktur, gerakan-gerakan asimetris, postur kaki, pergelangan, dan jari-jari tangan.
- Inspeksi di daerah leher, apakah terdapat otot-otot/tendon yang menonjol, juga adanya redistribusi lemak.
- Kesan umum tentang perkembangan badan, apakah tampak terlalu tinggi/terlalu pendek, terdapat penurunan masa otak, ataupun kegemukan.
- Pengamatan terhadap kebersihan/kerapian antara lain: rambut, kuku, atau bau badan (Tamher & Noorkasiani, 2009).
Pemeriksaan fisik sering kali perlu dilengkapi dengan pemeriksaan laboratorium, agar dapat memberikan gambaran yang tepat tentang status kesehatan atau penyakit/gangguan yang diderita saat ini. Temuannya biasanya berupa gambaran patologis yang multiple beserta perubahan-perubahan akibat proses menua.
|
Kesehatan fisik lansia |
Ciri-Ciri Kesehatan Fisik Lansia
a.
Pemeriksaan Fisik Umum
1.
Kesadaran
Dalam kaitan ini klien/pasien dapat menunjukkan tingkat kesadaran baik (tak ada kelainan/gangguan kesadaran), dengan kata lain keadaan umum pasien baik. Keadaan umum tampak sakit (bisa ringan, sedang atau berat). Klien bereaksi terhadap rangsang (stimulus) tertentu, misalnya rangsang nyeri pada tubuh dengan dicubit kemudian amatilah reaksi yang muncul.
Bila reaksinya wajar, berarti baik. Bila reaksinya lamban/lemah atau tidak kontinyu, berarti kesadarannya tingkat sedang. Dan bila tidak ada reaksi sama sekali berarti kesadarannya menurun (Tamher & Noorkasiani, 2009).
Gangguan kesadaran tingkat ringan dan tingkat sedang harus dibedakan dari kondisi klien lansia yang sedang tidur. Bila tidur, biasanya dapat terbangun pada perangsangan ringan/sedang. Lansia yang koma tak ada reaksi terhadap berbagai bentuk rangsangan. Tingkat kesadaran dibagi menjadi beberapa bagian berikut:
a.
Compos mentis (normal)
b.
Somnolen
c.
Sopor
d.
Soporo koma
e.
Koma
Bila lansia menunjukkan gangguan tingkat kesadaran (pada umumnya dijumpai pada penderita gawat darurat) cara yang lazim digunakan digunakan untuk mengevaluasi tingkat kesadaran dengan kata lain cara penentuan tingkat kelainan neurologis dalah dengan menggunakan skala Glasgow, yaitu GCS (Glasgow coma scale). Disini kondisi neurologis dinilai berdasarkan 3 (tiga) faktor. Reaksi untuk membuka mata, respon verbal, dan respon motorik (Tamher & Noorkasiani, 2009).
b.
Tanda Vital
Pemeriksaan tanda-tanda vital (vital sign) meliputi pemeriksaan nadi (kecepatan nadi permenit) juga pemeriksaan tekanan darah (yang terdiri atas tekanan sistolik dan diastolik). Pemeriksaan tekanan darah dapat dilakukan secara palpatoir atau auskultatoir (Tamher & Noorkasiani, 2009).
ADS HERE !!!