Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karakteristik dimaknai dengan: ciri-ciri khusus, mempunyai sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu. Dengan meneliti karakteristik khusus yang dimiliki pengusaha/orang yang menjalankan bisnis dapat membantu kita mengenal secara garis besar kualitas sifat mereka.
Para ahli mengemukakan karakteristik kewirausahaan dengan konsep yang berbeda. Geoffrey Meredith, menyatakan ciri-ciri dan watak wirausaha adalah sebagai berikut:
Bob Sadino dan Purdi E Chandra dalam sebuah seminar yang bertajuk ‘Jurus-jurus Jitu Bisnis Spektakuler’, menyampaikan:
Untuk sukses menjadi entrepreneur harus pandai melihat peluang usaha. Setelah menangkap peluang, maka ia pun harus mahir mengembangkan usaha dan pasar. Meliahat peluang bisnis dbutuhkan sensitivitas dari entrepreneur, untuk itu harus dilatih. latihan itu bisa dilakukan dengan berbagai cara, tetapi yang terpenting adalah action. Jikalau kemudian mengalami kegagalan itu merupakan hal yang biasa.
Berkenaan dengan entrepreneur Jhon Willy dan Sons menambahkan: “ So, You have what it takes to be an entrepreneur. You have read all those succes stories about other people making it big and it is making you restless.”
(kamu dapat menjadi seorang wirausaha. Kamu membaca semua cerita tentang kesuksesan orang lain yang telah membuat suatu hal besar dan hal itu membuatmu gelisah ingin sepertinya).
Ahli lain, seperti M. Scarborough dan Thomas W. Zimmerer, mengemukakan delapan karakteristik kewirausahaan sebagai berikut :
1) Desire for responsibility, yaitu memiliki rasa tanggung jawab atas usaha-usaha yang dilakukannya. Seseorang yang memiliki tanggung jawab akan mawas diri.
2) Preference for moderate risk, yaitu lebih memilih resiko yang moderat, artinya selalu menghindari resiko, baik yang terlalu rendah maupun yang terlalu tinggi.
3) Confidence in their ability to success, yaitu memiliki kepercayaan diri untuk memperoleh kesuksesan.
4) Desire for immediate feedback, yaitu selalu menghendaki umpan balik dengan segera.
5) High level for energy, yaitu memiliki semangat dan kerja keras untuk mewujudkan keinginannya demi masa depan yang lebih baik.
6) Future orientation, yaitu berorientasi serta memiliki perspektif dan wawasan jauh ke depan.
7) Skill at organizing, yaitu memiliki keterampilan dalam mengorganisasikan sumber daya untuk menciptakan nilai tambah.
8) Value of achievement over money, yaitu lebih menghargai prestasi daripada uang.
Sebagai agama yang menekankan dengan kuat sekali tentang pentingnya keberdayaan umat, maka Islam memandang bahwa berusaha atau berwirausaha merupakan bagian yang menyatu dengan ajaran Islam.
Islam memang tidak memberikan penjelasan secara tersirat (eksplisit) terkait konsep kewirausahaan (entrepreneurship) ini, namun di antara keduanya mempunyai kaitan yang cukup erat; memiliki ruh atau jiwa yang sangat dekat, meskipun bahasa teknis yang digunakan berbeda.
Dalam Islam digunakan istilah kerja keras, dan kemandirian (biyadihi). Setidaknya terdapat beberapa ayat al-Qur’an maupun Hadits yang dapat menjadi rujukan pesan tentang semangat kerja keras dan kemandirian ini, seperti; “Amal yang paling baik adalah pekerjaan yang dilakukan dengan cucuran keringatnya sendiri”. Dengan bahasa yang sangat simbolik ini Nabi mendorong umatnya untuk kerja keras supaya memiliki kekayaan.
Agama Islam menyediakan cita-cita kebahagiaan dan kesejahteraan, moralitas, etos kerja, keadilan yang dibutuhkan manusia dalam pergaulan hidup dengan sesama manusia. Sebagai muslim, Islam adalah jalan hidup yang mengatur seluruh aspek kehidupan.
Pada tataran teoritis maupun praktis, ajaran Islam memuat segala sesuatu yang terbaik yang diperlukan manusia untuk mengatur tujuan-tujuan hidupnya yang hakiki. Agama Islam menyediakan cita-cita kebahagiaan dan kesejahteraan, moralitas, etos kerja, keadilan yang dibutuhkan manusia dalam pergaulan hidup dengan sesama manusia. Islam adalah jalan hidup yang mengatur seluruh aspek kehidupan.
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan (QS. Al-Baqarah [2]: 208).
Dalil di atas memperlihatakan bagaimana kewirausahaan merupakan aktivitas yang ada dalam ajaran Islam. Sedemikian strategisnya kedudukan kewirausahaan dan perdagangan dalam Islam, hingga teologi Islam dapat disebutkan sebagai ‘comercial theology’ (teologi perdagangan). Hal tersebut dapat dilihat dalam kenyataan bahwa hubungan timbal balik antara Tuhan dan manusia bersifat perdagangan, karena Allah Swt. adalah ‘Saudagar Sempurna’.
Ia (Allah) memasukkan seluruh alam semesta dalam pembukuan-Nya. Hal ini seperti dalam firman Allah Swt, dalam Qs. As-Shaaf: 10-11. Islam juga tidak menutupi bahwa SDM yang berkualitas selayaknya harus dimiliki oleh setiap muslim, sehingga mampu mengaktualisasikan dirinya, hubungan ini jelas akan terbentuk pada jiwa kemandirian umat Islam dalam berwirausaha. Menurut Abraham Maslow seperti yang dikutip Muhammad Sirozi, SDM yang berkualitas di antaranya memiliki karakteristik seperti gemar mencipta, berkreasi, dan menemukan penemuan-penemuan dalam skla besar.
Adapun Muhammad Akram Khan menegaskan berkaitan dengan mencari mata pencaharian bagian dari fungsi produksi dalam ekonomi Islam sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup (dalam proses hidup manusia), di dalam ketentuan rezeki yang diberikan oleh Allah Swt., sebagai berikut.
Production function in the islamic economy has been regulated by concepts of rizq and halal-haram souces of earnings. The term rizq is aplied to connote means of livelihood and further production. It
has been intimated by the Holy Prophet (may be peace be upon him) that rizq of an individual is predetermined by Allah, when he is in the womb of his mother. The concept of pre-determination of
rizq has been tied with the legal mechanism of halal-haram means of earning it. It has been emphasized that the pursuit of haram activities to earn more and more wealth is fruitless, as the sum-total of one’s rizq during his wordly life is fixed. This is further reinforced by God’s commitmen to feed, sustain and nourish all His creatures in the universe (al-Qur’an Hud [11]: 6). Once its clear that Allah has taken upon Himself the responibility to cater for one’s needs, attraction for indulging in haram activities is minimised.
Artinya: (Fungsi produksi dalam ekonomi Islam diatur dalam konsep rezeki dan halal haram sebagai sumber pendapatan. Konsep rezeki diterapkan sebagai mata pencaharian. Itu diperjelas lagi dalam hadits nabi Saw. Bahwa rezeki pada makhluk ditentukan oleh Allah Swt. Sejak dilahirkan dari ibunya. Konsep rezeki telah diikat dengan konotasi halal-haram yang berati pendapatan. Itu menekankan bahwa aktivitas yang haram dalam pengahsilan adalah sesuatu yang sia-sia, bahwa rezeki sudah ditetapkan dalam kehidupan ini lebih jauh lagi menguatkan komitmen/janji tuhan untuk memberikan makanan, bertahan hidup pada semua makhluk-Nya di alam semesta (al-Qur’an; Hud [11]: 6), itu jelas Allah telah menentukan kewajibannya untuk memenuhi kebutuhan makhluk-Nya).
Sebagai agama yang bertujuan mengantarkan hidup manusia kepada kesejahteraan dunia dan akhirat, lahir dan bathin, Islam telah membentangkan dan merentangkan pola hidup yang ideal dan praktis. Pola hidup Islami tersebut dengan jelas dalam hidup Al-Qur’an dan terurai dengan sempurna dalam sunnah Rasulullah Saw.
Terdapat beberapa dasar dari firman Allah Swt. dan hadits Nabi Muhammad Saw. yang menjelaskan pentingnya aktivitas berusaha itu dan memperlihatkan bagaimana kewirausahaan merupakan aktivitas yang berhubungan dengan ajaran Islam. Di antaranya adalah sebagai berikut.
a) Dalil dari firman Allah Swt.
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jumu’ah [62] : 10).
Maksud ayat di atas, pada potongan ayat yang berarti “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah”adalah bahwa Allah telah mengijinkan manusia (umat Islam) setelah menunaikan shalat jum’at untuk bertebaran di bumi Allah dalam rangka mencari karunia-Nya. Apabila telah menunaikan sembahyang, maka diperintahkan untuk mengerjakan kemaslahatan-kemaslahatan dunia. Kemudian pada ayat selanjutnya yang berarti “Dan berdzikirlah kamu kepada Allah sebanyak-banyaknya, supaya kamu beruntung.”Yakni, ketika sedang melakukan aktivitas jual-beli, dan pada saat mengambil dan memberi, hendaklah berdzikir kepada Allah sebanyak-banyaknya dan janganlah kesibukan dunia melupakan dari hal-hal yang bermanfaat untuk kehidupan akhirat. Dan bahwasanya mencari keutamaan Allah itu lebih baik dengan cara menyebut-Nya dan mengingat-Nya dalam segala aktivitas, karena semua gerak-gerik manusia akan diperhatikan oleh-Nya dan tidak ada satu pun yang luput dari perhatian-Nya.
Asbabun nuzul ayat di atas, seperti yang diterangkan oleh Ahmad, al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, dan lain-lain, meriwayatkan dari Jabir ibn Abdillah, yang mengisahkan bahwa pada saat sembahyang jum’at, ketika Nabi sedang berkhutbah datanglah suatu Kafilah unta yang membawa bahan-bahan makanan, seperti tepung, gandum, minyak, dan lain-lain. Dengan serentak para sahabat saat itu menemui kafilah tersebut, dan tinggal lah 12 orang yang tetap tinggal di masjid bersama Nabi Saw. Di antaranya Jabir sendiri, Abu Bakar, dan Umar ibn Khatab, tidak lama kemudian ayat ini turun sebagai peringatan.
Makna ayat di atas bertalian dengan pembahasan ayat yang menyatakan “carilah rezeki kalian dari karunia Allah dan rahmat-Nya.” Pengertian ayat ini bertalian dengan Firman Allah Swt. dalam Q.S. Al-Mulk [67]:15.
Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan Hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. (Q.S. Al-Mulk [67]:15 ).
Dalam Al-Qur’an juga ditegaskan bahwa seseorang hanya akan memperoleh hasil prestasi sesuai dengan usaha yang dilakukan. Lihat Firman Allah dalam Q.S. An-Najm:39-40, sebagai berikut.
Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang Telah diusahakannya, Dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihat (kepadanya). (Q.S. An-Najm [53]:39-40).
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. (Qs. An-Nisa’ [4]: 29).
Dalam ayat lain diterangkan bahwasanya Nabi Daud a.s. juga berwirausaha dengan hasil tangannya sendiri, seperti dalam Q.S. Saba’: 10-11, sebagai berikut.
Dan sesungguhnya telah kami berikan kepada Daud karunia dari kami. (Kami berfirman): "Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud", dan kami telah melunakkan besi untuknya, (yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang shaleh. Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Saba’ [34]: 10-11).
b) Hadits Rasulullah Saw.
Dalam sebuah hadits diterangkan bahwa Allah Swt. Menyukai orang mukmin yang berusaha. Usaha adalah lebih utama dari pada meminta-minta tidak lepas dari hal yang dibenci Allah Swt., terutama usaha dalam mengurusi kepentingan kaum Muslim. Jika hal itu dilaksanakan oleh setiap muslim dengan baik, maka Allah Swt. akan mencukupi setiap hambanya dengan kemaslahatan.
Dalam sebuah hadits lain juga diterangkan bahwasanya Nabi Daud juga berwirausaha dengan hasil tangannya. Nabi Daud adalah pembuat besi, kemudian ia menjualnya dan makan dari hasilnya sedangkan selebihnya ia sedekahkan.
Diriwiyatkan dari Miqdam r.a.: Nabi Saw. bersabda: “Tiada seorang pun memakan sesuatu makanan yang lebih baik dari makanan yang dihasilkannya dari kerja tangannya sendiri, dan sesungguhnya nabi Allah Daud a.s. makan dari hasil kerja tangannya sendiri. Di dalam riwayat lain disebutkan, bahwa nabi Daud a.s. tidak pernah makan kecuali dari hasil kerja tangannya sendiri (H.R. Bukhori).
Keutamaan usaha juga diisyaratkan dengan sabda Rasululah Saw sebagai berikut.
Dari Rifa’ah r.a, bahwa ia pernah keluar bersama dengan Nabi saw. menuju ke tempat shalat, maka beliau melihat orang-orang sedang melakukan jual beli, lalu ia bersabda, “wahai para pedagang!” maka perhatian dan pandangan mereka tertuju kepada Nabi Saw., kemudian beliau bersabda lagi: “sesungguhnya para pedagang, kelak di hari kiamat akan dibangkitkan sebagai oarang-orang yang durhaka, terkecuali orang yang bertakwa kepada Allah, dan berbakti, serta jujur.” Di dalam riwayat lain disebutkan,“ Pedagang yang jujur lagi terpercaya adalah bersama-sama Nabi, orang- orang yang benar (shiddiqin), dan para syuhada.”(HR.Tirmidzi).