Tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah ini adalah suatu tarekat yang berasal dari univikasi dua tarekat besar sebelumnya, yaitu Tarekat Qadiriyah dan Tarekat Naqsabandiyah. Kedua tarekat ini digabungkan kemudian dimodifikasi sedemikian rupa, sehingga terbentuklah sebuah tarekat mandiri
yang berbeda dengan kedua induknya. Perbedaan itu terjadi, terutama dalam bentuk- bentuk riyadah dan dzikirnya.
Masyarakat awam pada umumnya memahami bahwa Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah merupakan perpaduan dua Tarekat (Qadiriyah dan Naqsabandiyah) padahal Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah yang terdapat di Indonesia bukanlah hanya merupakan penggabungan dari dua tarekat yang berbeda yang diamalkan bersama-sama tetapi tarekat ini merupakan sebuah tarekat yang baru dan berdiri sendiri, yang didalamnya unsur-unsur pilihan dari Qadiriyah dan juga Naqsabandiyah telah dipadukan menjadi sesuatu yang baru. Sekalipun masing-masing tarekat tersebut telah memiliki metode tersendiri, baik dalam aturan kegiatan, prinsip-prinsip maupun cara-cara pembinaannya. Sehingga bentuk tarekat ini adalah tarekat baru yang memiliki perbedaan dengan kedua tarekat dasarnya.
Tarekat ini didirikan oleh Syekh Ahmad Katib al-Sambas al-Jawi dilahirkan di Sambas pada tahun 1217 H/1802M, sebagai penulis kitab Fath al-Arifin. Sambas adalah nama sebuah kota di sebelah uatara Pontianak, Kalimantan Barat. Sesudah belajar pendidikan agama dasar dikampungnya, Syaikh Sambas berangkat ke Makkah pada usia Sembilan belas tahun untuk meneruskan studinya di sana hingga wafatnya pada tahun 1289H./1872. Di Makkah beliau belajar ilmu-ilmu Islam termasuk Tasawuf dan mencapai posisi sangat dihargai diantara teman-teman sejawatnya,dan kemudian menjadi seorang tokoh yang berpengaruh di seluruh Indonesia.
Diantara gurunya adalah Syaikh Daud bin ‘Abd Allah bin Idris al-Fatani (wafat sekitar 1843), seorang ‘alim besar yang juga tinggal di Makkah, yaitu Syaikh Syams al-Din, Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari (w. 1812) dan bahkan menurut sumber Syaikh ‘Abd al-Shamad al-Palimbani (w. 1800).Dari semua murid Syaikh Syam al-Din, Ahmad Khatib Sambas mencapai tingkat tertinggi dan kemudian ditunjuk sebagai Syaikh Murshid Kamil Mukammil.
Secara terpisah Tarekat Qadiriyah adalah Tarekat yang didirikan oleh Syekh Abdul Qodir al-Jailani adalah seorang alim dan zahid, oleh pengikutnyadianggap sebagai qutubul’aqtab. Abdul Qadir lahir di wilayah Tribristan pada tahun 471 H. (1078M). wafat di baghdat pada tahun 561H (1168M). Nama lengkapnya Abu Muhammad Muhyidin Abdul Qadir bin Musa bin Abdulah Al-Husna Al-Jailani. Dan ayahnya bernama Abu Shalih bin Jangidust. Pada tahun 488H, ketika masih remaja melanjutkan pelajaranya ke Bagdad belajar kepada beberapa guru dan syekh dalam berbagai ragam disiplin ilmu terutama tassawuf.
Pada awalnya Syekh Abdul Qadir al-Jailani seorang ahli Fiqh yang terkenal dalam Madzab Hambali dibawah bimbingan Abu Sa’d al-Mubarak al-Mukarrimi, lalu diajar oleh Syaikh Ahmad Abu al-Khayr al-Dabbas (w.523/1121) dan kemudian dari sejumlah guru lain. Ia menganut madzhab Hambali cerdas, budiman, menonjol dalam ilmu fikih dan komunikasi dan informasi, tekun dalam mempelajari sastra dan hadis. Setelah belajar bebrapa lama, termasuk masa berkelana di Irak, ‘Abd al-Qadir kembali ke Bagdad dan mulai terkenal sebagai penceramah dalam acara-acara publik.
Seorang orientalis inggris ,Mary Geliiot telah menerbitkan wilayah hidupnya. Dan musa Al-munaini telah menerbitkan buku yang sama dengan judul “Manaqib Syekh Abd. Qadir Al-jailani”. Pengikut Tariqat Qadiriah memegang prinsip tasamuh ,toleransi, karena Syekh Abd Qodir menegaskan pada mereka : “Kita tidak hanya mengajak diri sendiri tetapi juga mengajak mahkluk Allah supaya menjadi seperti kita”. Di antara syekh Thariqat ini yang menonjol adalah Sayid Ahmad bin Idris Al-fasih. Ia sejalan dengan Syekh Sayid Muhammad bin Ali Al-sanusi pendiri Tarekat Sanusiah.
Tarekat Qadiriyah adalah salah satu tarekat sufiah yang paling giat menyebarkan agama islam di barat Afrika. Pengikut-pengikutnya menyebarkan agama islam itu melalui perdagangan dan pengajaran. Umunya pedagang-pedagan di daerah itu adalah pengikut Tarekat Qadiriyah. Amir
Syahib Arselan menyatakan bahwa mereka telah membuka sekolah dan madrasah di setiap desa. Murid-muridnya sebagain besar terdiri dari anak-anak berkulit hitam. Murid murid yang cerdas di kirim ke perguruan tinggi di Tripoli, Qairiawan, dan Universitas Al-Azhar Kairo, setelah menamat kan
pelajaran di pergururan perguruan tinggi itu, mereka kembali ke tanah air dan giat mengembangkan ajaran islam .
Ditanya orang Syekh Abdul Qadir tentang dunia ,maka mereka menjawab : “keluarkan dia dari lubuk hatimu ketangan mu niscaya dia tidak akan membahayakan mu”. Tentang ahlak yang baik, Abdul qadir menyatakan: “kekerasan mahluk sedikit pun tidak berpengaruh kepadamu”. Di antara ucapanya yang benar: “Jika di dalam hatimu terdapat benci atau suka kepada sesorang,maka kembalikan amalnya kepada Al-Quran dan sunnah,maka kasihilah dia .sebaliknya jika di benci Al-Quran dan sunnah,maka bencilah dia ,supaya anda tidak mengasihi dia karna hawa nafsu”.Firman Allah surat shaad 26 :
Artinya :“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) dimuka bumi, maka berilah keputusan (perkara) diantara manusia dengan adil, dan jangan kamu menuruti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan allah .”
Adapun Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah yang berkembang di Indonesia pada umumnya dan di Jawa pada khususnya juga memiliki potensi sosial ekonomi dan keunggulan komparatif lainnya. Seorang santri tasawuf atau seorang murid tarekat selalu diliputi oleh keinginan untuk menyucikan
diri secara terus-menerus. Wejangan yang diberikan oleh para Kyai dan Mursyid agar mereka selalu hidup wara’ atau apikan yaitu sikap selalu berprasangka baik kepada sesama manusia. Selain itu juga harus zuhud yaitu konsep hidup sederhana pada umumnya. Hidup zuhud ini pada umumnya sesuatu yang sangat amat terasa dikalangan pengikut tarekat, tetapi bukan berarti mereka harus meninggalkan kehidupan duniawi. Kondisi objektif menunjukkan bahwa kehidupan tarekat mampu menarik sebagian besar pengikut yang kurang beruntung dalam bidang ekonomi, akan tetapi sebaliknya juga dapat menarik sebagian kecil pengikut yang telah sukses ekonomi,
pendidikan, pekerjaan, dan jabatan. Bahkan sering terjadi pada orang-orang sukses tersebut menjadi pengikut tarekat yang pada tahap berikutnya sebagai soko guru dalam mengembangkan organisasi tarekat.
Dzikir yang diajarkan dalam tarekat ini meliputi dzikir jahar dan dzikir khofi. Dzikir jahar adalah mengucapkan kalimah “laa ilaaha illallah” dengan keras. Dzikir khofi adalah membaca kata “Allah-Allah” dalam hati secara terus menerus. Pengamalan dzikir jahar dilakukan setiap ba’da sholat wajib 165 kali. Tetapi jika dalam keadaan yang tidak memungkinkan, seperti dalam perjalanan maka cukup dzikir jahar itu mengucapkan 3 kali saja. Adapun pengamalan dzikir khofi itu bisa dilakukan setiap saat. Pelaksanaan dzikir jahar dan dzikir khofi itu dimaksudkan untuk lebih memantapkan keyakinan dan keimanan dan akhirnya untuk melakukan hubungan ghaib dengan Tuhan.
Pengembangan ajaran Tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah memang bermula dari kitab Fath al-Arifin. Walapun murid Syaikh Sambas yang utama yaitu Syaikh ‘Abd al-Karim Banten (lahir 1840) tampaknya tidak mengembangkan ajaran TQN secara luas, namun generasi sesudahnya terutama dipusat TQN di Jawa, Qadiriyah Wa Naqsabandiyah relatif maju dan berkembang dengan pesat.