Pada dasarnya perceraian terdiri dari beberapa sudut pandang yang diantaranya ada yang dari sesuai atau tidaknya dengan sunnah Nabi, dari hak segi bekas suami untuk merujuk kepada bekas istri setelah terjadi perceraian dan ada pula yang melihatnya dari segi waktu jatuhnya cerai setelah diucapkan cerai.
Jika ditinjau dari sesuai atau tidaknya dengan sunnah Nabi maka cerai itu dibagi menjadi tiga macam:
1. Talak Sunni
Ialah perceraian yang didasarkan pada sunnah Nabi, yaitu apabila seorang suami menceraikan istrinya yang telah disetubuhi dengan cerai pertama pada saat suci, sebelum di setubuhi. Atau dengan kata lain cerai yang pelaksanaannya telah sesuai denganq petunjuk agama dalam Al-Qur’an atau
sunnah Nabi. Bentuk talak sunni yang disepakati oleh ulama adalah cerai yang dijatuhkan o`leh suami yang mana si istri waktu itu tidak dalam keadaan haid atau dalam masa suci yang belum dicampuri oleh suaminya.
Ada empat syarat talak sunni sebagai berikut:
a. Istri yang diceraikan sudah pernah disetubuhi. Bila cerai yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah disetubuhi, maka tidak termasuk talak sunni.
b. Istri dapat segera melakukan iddah suci setelah dicerai yaitu dalam keadaan suci dari haid. Menurut Syafi’iyah, perhitungan iddah bagi wanita haid ialah tiga kali suci, bukan tiga kali haid.
c. Suami tidak pernah menyetubuhi istri selama masa suci dimana cerai itu dijatuhkan. Cerai yang dijatuhkan oleh suami ketika istri dalam keadaan suci dari haid tapi pernah disetubuhi, maka tidak termasuk talak sunni.
d. Menceraikan istri harus secara bertahap (dimulai dengan cerai satu, dua, dan tiga) dan diselingi rujuk.
2. Talak Bid’iy
Ialah perceraian yang dilarang. Yaitu, cerai yang dijatuhkan dengan cara-cara yang tidak mengikuti ketentuan Al-Qur’an maupun Sunnah Rasul. Mengenai talak bid’iy ini mayoritas ulama’ sepakat menyatakan bahwa perceraian semacam ini hukumnya haram.
Adapun talak bid’iy ini jelas bertentangan dengan syari’at yang bentuknya ada beberapa macam yaitu:
a. Apabila seorang suami menceraikan istrinya ketika sedang dalam keadaan nifas atau haid.
b. Ketika dalam keadaan suci sedang ia telah menyetubuhinya pada masa suci tersebut, padahal
kehamilannya masih belum jelas.
c. Seorang suami mentalak tiga istrinya dengan satu kalimat dengan tiga kalimat dalam satu waktu (mentalak tiga sekaligus).
Adapun dari segi jelas dan tidaknya kata-kata yang dipergunakan sebagai ucapan cerai, maka perceraian dibagi menjadi dua macam, sebagai berikut:
1. Talak sarih
Talak sarih ialah perceraian dengan mempergunakan kata-kata yang jelas dan tegas, dapat dipahami dan sebagai pernyataan cerai seketika diucapkan, tidak mungkin dipahami lagi.
Adapun lafadz talak sarih dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Talak (cerai), seperti ucapan ‚Saya menceraikanmu dan kamu adalah orang yang aku ceraikan‛.
2. Pisah, seperti ucapan ‚Saya memisahmu dan kamu adalah orang yang terceraikan‛
3. Istirahat, seperti ucapan ‚Saya mengistirahatkanmu dan kamu adalah orang yang istirahat‛.
Menurut Imam Syafi’i bahwa kata-kata yang dipergunakan untuk cerai sarih ada tiga, yaitu talak, firaq, dan sarah, ketiga ayat itu disebut dalam Al-Qur’an dan hadits.
Al-Zhahiriyah mengatakan bahwa cerai tidak jatuh kecuali dengan mempergunakan salah satu dari tiga kata tersebut, karena syara’ telah mempergunakan kata-kata yang telah ditetapkan oleh syara’.
Beberapa contoh talak sarih adalah seperti suami berkata kepada istrinya :
1. Engkau saya talak sekarang juga, engkau saya cerai sekarang juga.
2. Engkau saya firaq sekarang juga, engkau saya pisahkan sekarang juga.
3. Engkau saya sarah sekarang juga, engkau saya lepas sekarang juga.
Apabila suami menjatuhkan cerai terhadap istrinya dengan cerai yang sa>rih maka menjadi jatuhlah cerai itu dengan sendirinya, sepanjang ucapannya itu dinyatakan dalam keadaan sadar dan atas
kemauan sendiri.
2. Talak kinayah
Talak kinayah ialah perceraian dengan mempergunakan kata-kata sindiran, atau samar-samar. Bila
seseorang niat menceraikannya dengan mengguanakan kata sindiran, maka jatuh cerai, dan jika tidak adanya niat, maka tidak jatuh cerai. Seperti suami berkata kepada istrinya :
1. Keluarlah engkau dari rumah ini sekarang juga
2. Engkau sekarang telah jauh dari diriku
3. Pulanglah ke rumah orang tuamu sekarang juga
4. Janganlah engkau mendekati aku lagi
5. Susullah keluargamu sekarang juga
6. Engkau sekarang telah bebas merdeka hidup sendirian
7. Selesaikan sendiri segala urusanmu
8. Engkau telah aku tinggalkan
9. Saya sekarang hidup sendirian dan hidup melajang
10. Saya telah bebas dari segala urusanmu
Menurut sebagian ulama, apabila kata-kata ini keluar dari mulut seorang suami disertai niat cerai, maka jatuhlah cerai bagi sang istri. Namun jika tidak disertai niat maka tidak jatuh cerai.
Adapun perceraian ditinjau dari segi waktu terjadinya, yaitu :
a) Talak Munjiz
Talak munjiz atau talak kontan adalah perceraian yang diucapkan tanpa adanya syarat maupun penangguhan. Talak munjiz ini dihukumi sah ketika ucapan sighat cerai keluar dari mulut suami yaitu manakala syarat-syarat yang lain terpenuhi, seperti kata-kata suami kepada istrinya ‚Aku jatuhkan ceraiku satu kali padamu‛. Ucapan tersebut seketika akan jatuh setelah suami selesai mengucapkannya.
b) Talak Muallaq
Talak muallaq yaitu cerai yang dapat dianggap jatuh ketika digantungkan pada suatu syarat atau keadaan tertentu yang akan datang. Bentuk syarat pada jenis perceraian ini berhubungan dengan suatu tindakan atau peristiwa, seperti ucapan suami kepada istrinya ‚apabila engkau masih menemui lelaki itu, maka saat itu juga ceraiku telah jatuh satu kali kepadamu‛.
c) Talak Mudhaf
Talak mudhaf ialah perceraian yang jatuhnya disandarkan kepada suatu masa yang akan datang, seperti suami mengatakan kepada istrinya, ‚Engkau terceraikan besok‛ atau ‚Engkau terceraikan bulan depan‛.
Adapun dibolehkannya suami merujuk kembali bekas istrinya, maka perceraian dibagi menjadi dua macam:
1. Talak Raj’i
Ialah perceraian dimana suami masih memiliki hak untuk kembali kepada istrinya (rujuk) selama istrinya masih dalam masa iddah, baik istri tersebut bersedia dirujuk ataupun tidak. Dengan demikian si suami berhak rujuk dengan istrinya tanpa akad dan mahar baru selama rujuk itu dilakukan dalam masa iddah.
Talak yang termasuk talak raj’i ialah cerai satu atau dua tanpa didahului tebusan dari pihak istri maka suami boleh kembali kepada istrinya. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah Ayat 229:
Artinya : ‚Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan
hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim..‛
Ayat di atas mengandung arti bahwa perceraian yang ditetapkan oleh Allah SWT adalah sekali seumur hidup, suami boleh menahan istrinya dengan baik sesudah cerai yang pertama, sebagimana boleh merujuknya sesudah talak kedua. Adapun maksud menahannya dengan ma’ruf adalah merujuknya dan menyetubuhinya dengan baik. Hak suami untuk rujuk itu diakui apabila talak itu talak raj’i.
2. Talak Ba’in
Ialah perceraian yang dimana si suami tidak memiliki hak untuk merujuk kepada istri yang diceraikannya.
Menurut Ibnu Hazm, ‚Talak ba’in ialah cerai tiga kali dengan arti sesungguhnya atau cerai sebelum dikumpuli saja.
Adapun talak bain dibagi menjadi dua macam:
1. Talak Ba’in Sughra
Ialah cerai yang ketiga kalinya, perceraian yang menghilangkan pemilihan bekas suami
terhadap istri tetapi tidak menghilangkan kehalalan bekas suami terhadap istrinya. Artinya,
suami boleh merujuk kepada istrinya dengan akad nikah dan mahar baru baik dalam masa iddah
maupun setelah berakhir masa iddah. Menurut Amir Syarifudin, yang termasuk talak ba’in sughro
yaitu:
a. Pertama, cerai yang dijatuhkan sebelum istri dikumpuli oleh suami.
b. Kedua, cerai yang dilakukan karena tebusan atau yang disebut khulu’.
c. Ketiga, perceraian melalui putusan hakim di pengadilan atau yang disebut fasakh.
2. Talak Ba’in Kubro
Ialah cerai yang menghilangkan hak suami untuk menikah kembali pada istrinya, kecuali
bekas istrinya itu telah menikah lagi dengan orang lain dan telah berkumpul, kemudian telah bercerai
serta telah habis masa iddahnya.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT surat al-Baqarah ayat 230:
Artinya : ‚Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk
kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah
hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.
Bila ditinjau dari cara suami menyampaikan cerai terhadap istrinya sebagai berikut:
a. Talak Dengan Ucapan
Talak dengan ucapan ialah ucapan cerai yang disampaikan suami dihadapan istrinya dan istri mendengar secara langsung ucapan suaminya itu.
b. Talak Dengan Tulisan
Talak dengan tulisan ialah perceraian secara tertulis yang disampaikan suami kepada istrinya, kemudian istri membacanya dan memahami isi dan maksutnya. Perceraian secara tertulis dapat dipandang jatuh (sah) meski yang bersangkutan dapat mengucapkannya. Sebagaimana cerai dengan ucapan ada talak sarih dan ada talak kinayah, maka perceraian dengan tulisan pun juga demikian. Talak sarih jatuh dengan pernyataan jelas sedangkan talak kinayah bergantung pada niat suami.
c. Talak Dengan Isyarat
Talak dengan isyarat ialah perceraian yang dilakukan dalam bentuk isyarat oleh suami yang tuna wicara. Isyarat bagi suami yang tunawicara (bisu) dapat dipandang sebagai alat komunikasi untuk memberikan pengertian dan menyampaikan maksud dan isi hati.
d. Talak Dengan Utusan
Talak dengan utusan ialah perceraian yang disampaikan suami kepada istrinya melalui perantara
orang lain sebagai wakil untuk menyampaikan maksud suami itu kepada istrinya.