Diawali dengan pengertian hermeneutic sendiri yang berasal dari kata kerja bahasa Yunani Yakni "Hermenauo" yang mempunyai pengertian menafsirkan, menterjemahkan atau menginterpretasikan.
Dan pada zaman dahulu adanya hermeneutic bertujuan untuk memahami atau menafsirkan kitab-kitab suci yaitu Injil. Kemudian lama kelamaan tugas hermeneutic tidak hanya menafsirkan kitab suci tetapi dicoba untuk menafsirkan teks-teks pada zaman dahulu yang masih sulit dipahami. Kemudian oleh Gadamer sendiri hermeneutic dicoba diterapkan salah satunya dalam menjelaskan ilmu pengetahuan budaya.
Beberapa detail analisis Gadamer sendiri merupakan suatu pengertian yang berperan dalam ilmu pengetahuan budaya. Sebagai contoh diterapkan dalam ilmu sejarah. Gadamer ingin memperlihatkan tentang selalu berubahnya ilmu sejarah tergantung orang pada masa itu menafsirkan berbagai bukti-bukti sejarah, dan senantiasa berusaha untuk membicarakan tentang sejarah di luar tempatnya sejarah itu sendiri. Cita-cita Gadamer sendiri yakni ingin menciptakan suatu metode ilmiah yang gunanya metode tersebut untuk membahas akan fakta-fakta historis sejarah.
Permasalahan dalam ilmu sejarah ini sendiri yakni bagaimana kita dapat memahami suatu teks yang teks tersebut merupakan teks yang dibuat pada masa lampau jauh dari masa kita hidup sekarang, dan apabila teks tersebut dibuat dari masa sekarang bagaimana kita dapat memahami teks tersebut yang berasal dari orang lain?. Menurut Schleimecher keasingan suatu teks harus diatasi dengan mencoba mengerti si pengarang, jadi jalan untuk memahami suatu teks kita perlu keluar dari zaman kita berada dan merekontruksi kembali zaman si pengarang pada saat menulis teks tersebut.
Kemudian Wilhelm Dilthey, hermeneutic Schleimecher ini bagi Dilthey tugas hermeneutic ialah mengatasi "keasingan" suatu teks secara langsung tetapi dapat membayangkan bagaimana orang dulu menghayati peristiwa-peristiwa tersebut.
Dilthey berusaha membedakan antara "mengerti" dan "menjelaskan", "menjelaskan" merupakan metode yang khas bagi ilmu pengetahuan alam sedangkan "mengerti" adalah metode yang menandai ilmu pengetahuan budaya. Dilthey ingin mengisi kekurangan ini dengan memperlihatkan bahwa ilmu pengetahuan budaya yang berdasarkan metode "mengerti" tidak perlu kalah dengan ilmu pengetahuan alam.
Tetapi terdapat perbedaan dalam dua hal tersebut, yakni ilmu pengetahuan alam lebih banyak berbicara tentang yang umum dan yang terkait oleh hukum sedangkan ilmu pengetahuan budaya lebih mempelajari kejadian-kejadian menurut individualitasnya masing-masing. Dalam ilmu pengetahuan budaya subyek dan obyek mempunyai kodrat yang sama sehingga subyek itu sanggup untuk mengatasi keterbatasan historisnya.
 |
Hans George Gadamer |
Dari pandangan Dilthey dan Schleimecher dapat disimpulkan bahwa mengerti suatu teks adalah menemukan arti yang asli itu. Bagi Schleimecher dan Dilthey interpretasi suatu teks merupakan suatu pekerjaan reproduktif. Dan oleh Gadamer sendiri hermeneutic ini disebut sebagai pandangan romantis, arti pandangan romantis ialah pandangan yang menandai zaman romantic.
Prandaian utama yang terdapat dalam hermeneutic romantis ialah bahwa seorang interpretator sanggup melepaskan dari situasi historisnya, ia seolah-olah dapat "pindah" ke zaman lain untuk dapat memahami teks tersebut.
Gadamer melihat kelemahan-kelemahan dalam hermeneutic romantis, kelemahan yang pertama yaitu Menyangkut pendapat mereka bahwa hermeneutic bertugas menemukan arti yang asli suatu teks. Bagi Gadamer sendiri interpretasi tidak sama dengan mengambil suatu teks. setiap zaman orang-orang dalam menginterpretasikan suatu teks pasti terdapat perbedaan jadi selalu berubah setiap zaman dan arti suatu teks tidak terbatas pada masa lampau.
Gadamer beranggapan bahwa penerapan merupakan suatu unsur yang termasuk interpretasi sendiri. Menurut Gadamer pengertian, interpretasi, dan penerapan merupakan tiga unsur yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pengertian selalu merupakan interpretasi juga; dan interpretasi selalu merupkan penerapan juga.
Gadamer ingin merehabilitasi dua kata yang mempunyai nada kurang baik sejak masa pencerahan, yaitu "tradisi" dan "prasangka". Hermeneutic romantis mau menghindari setiap prasangka. Bagi mereka kata "prasangka" hanya mempunyai arti kurang baik. Oleh mereka prasangka dipertentangkan dengan kebenaran.
Menurut Gadamer pengenalan kita dapat melepaskan diri dari prasangka. Menghindari setiap prasangka sama dengan mematikan pemikiran. Itu tidak menyebabkan interpretasi menjadi suatu usaha yang subyektif saja dan tidak kritis. Itulah sebabnya interpretasi baru menyingkirkan prasangka-prasangka kurang baik dari masa lampau tetapi menerima begitu saja prasangka-prasangka yang baik dan wajar.
Jadi kita harus pintar-pintar membedakan antara prasangka-prasangka legitim dan prasangka-prasangka tidak legitim., antara prasangka yang sah dan prasangka yang tidak sah. Prasangka-prasangka tidak legitim harus disingkirkan dan pengetahuan kita akan berkembang apabila mengatasi prasangka-praangka tidak legitim tersebut, sedangkan untuk prasangka-prasangka legitim harus diterima sebab prasangka-prasangka legitim merupakan dasar yang memungkinkan pemikiran tersebut.
Sebelum masa pencerahan kata "tradisi" patutnya diberi suatu arti positif . bagi Gadamer tidak ada keberatan untuk mengakui otoritas suatu tradisi. Tradisi dibentuk oleh prasangka-prasangka kita miliki bersama (prasangka-prasangka yang benar) biasanya tanpa kita sadari. Tetapi jika kita mau tidak mau kita termasuk suatu tradisi, itu tidak berarti bahwa kita akan terhambat dalam pengenalan diri kita. Justru sebaliknya hal ini memungkinkan pengenalan diri kita sendiri.
C. Kesimpulan
Dalam pemaparan diatas dapat saya simpulkan yaitu :
1. Bahwa dalam memahami suatu teks kita harus bisa memahami zaman si pengarang membuat teks dan kita harus memahami si pengarang itu sendiri.
2. Dalam setiap zaman setiap orang memiliki interpretasi masing-masing tergantung orang itu dalam menginterpretasikannya
3. Untuk mengatasi "keasingan" suatu teks secara langsung dapat kita bayangkan bagaimana orang-orang dulu menghayati peristiwa-peristiwa tersebut
Sebagai contoh yakni Kebudayaan wayang dan wayang saya anggap sebagai sebuah teks.
Pada zaman dahulu wayang mempunyai fungsi sebagai salah satu metode untuk menyebarkan agama dan sebagai sebuah hiburan, kemudian teks-teks cerita wayang dimodifikasi sedemikian rupa. Karena suatu kebiasaan lama kelamaan wayang pada zaman sekarang ini mempunyai penafsiran yang berbeda, fungsi wayang lebih banyak sebagai sebuah hiburan belaka.
Sebab-sebab kenapa wayang menjadi sebuah metode yang tepat untuk menyebarkan ajaran agama Islam, karena si pembuat Teks tersebut melihat bahwasannya untuk menyebarkan ajaran agamanya dia harus menggunakan media yang dapat diterima yakni wayang yang cerita wayang itu sendiri diambil dari kisah-kisah kepercayaan masyarakat pada masa itu, dimodifikasi dan diberi muatan ajaran Islam sehingga menjadi sebuah tontonan yang menghibur. Sedangkan bila dibandingkan pada masa saat ini yang mayoritas sudah menganut Islam fungsi wayang lebih sebagai sebuah hiburan masyarakat belaka.
Contoh yang lain yaitu sedekah bumi, orang pada zaman dahulu menafsirkan sedekah bumi sebagai sebuah ritual memberi sesaji kepada roh-roh halus, hal ini disebabkan karena kepercayaan masyarakat pada zaman dulu yang masih animisme. Sedangkan pada masa saat ini makna sedekah bumi lebih ke rasa bentuk syukur mereka akan melimpahnya hasil panen kepada Sang Kuasa. Hal ini disebabkan karena sudah banyaknya masyarakat yang beragama