Sebelum menuju ke filsafat pendidikan Islam, penulis akan menjelaskan tentang apa itu filsafat dan apa itu pendidikan Islam, secara harfiah filsafat berasal dari kata fhilo yang berarti cinta, dan kata shopos yang dddberarti ilmu atau hikmah. Menurut Harun Nasution bahwa filsafat berasal dari kata Arab falsafah yang berasal dari bahasa Yunani, philosopia; philos yang berarti cinta, suka (loving), dan shopia berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi philosopia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Orang yang cinta kepada pengetahuan dan kebenaran itu lazimnya disebut philosopher yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.
Selanjutnya kata filsafat yang banyak terpakai dalam bahasa Indonesia menurut Harun Nasution juga mengatakan bahwa filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah dengan wazan atau timbangan fa’lala, fa’lalah dan fi’lal. Kalimat isim atau kata benda dari kata falsafa ini adalah falsafah dan filsaf.
Dalam bahasa Indonesia, lanjut Harun banyak terpakai kata filsafat, padahal bukan dari kata falsafah (Arab) dan bukan pula dari philosophy (Inggris), bahkan juga bukan merupakan gabungan dari dua kata fill (mengisi atau menempati) dalam bahasa Inggris dengan safah (jahil atau tidak berilmu) dalam bahasa Arab sehingga membentuk istilah filsafat.
Plato mendefinisikan filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran asli (hakiki), dan kata Aristoteles filsafat adalah peengetahuan yang meliputi kebenaran yang tergabung di dalamnya metafisika, logika, retorika, ekonomi, politik dan estetika.
Dengan demikian, filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Omar Mohammad Al- Toumy Al Syabany menjelaskan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap
positif terhadapnya. Selanjutnya, Al Syabany melanjutkan penjelasannya bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakekat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman- pengalaman manusia. Sidi Gazalba mengartikan filsafat dengan kegiatan
berfikir secara mendalam, sistematik, radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada.
Adapun pengertian atau definisi yang bermacam- macam itu terungkapkan juga oleh Sidi Gazalba, bahwa para filosof mempunyai pengertian atau definisi tentang filsafat sendiri- sendiri. Beberapa pengertian filsafat menurut beberapa para ahli, antara lain:
a. Kant, mengatakan bahwa filsafat adalah pokok dan pangkal segala pengetahuan dan pekerjaan.
b. Al- Kindi, sebagai ahli pikir pertama dalam filsafat Islam yang memberikan pengetahuan filsafat di kalangan umat Islam.
c. Al- Farabi mengatakan bahwa filsafat adalah mengetahui semua yang wujud karena ia wujud (al’ ilmu bi al maujuddat bima hiya maujudah). Disini Al Farabi membagi filsafat menjadi 2 yaitu: Filsafat Teori ( Al Falsafah Al Nadariyah), mengetahui yang ada tanpa tuntutan untuk
mewujudkannya dalam amal. Lapangan ini meliputi ilmu matematika (al’ ilmu al riyadi), ilmu fisika(al ilmu al tabii), dan ilmu metafisika (al’ilmu ma ba’da al tabiyyat). Filsafat praktek (al falsafah al a’maliyah, mengetahui sesuatu yang seharusnya diwujudkan dengan amal, yang melahirkan tenaga untuk melakukan bagian- bagiannya yag baik. Amalan yang mengenai individu, disebut ilmu akhlak; yaitu perbuatan baik yang seharusnya dikerjakan oleh setiap orang.
d. Ibnu Sina, membagi filsafat dalam dua bagian yaitu teori dan praktek yang keduanya berhubungan dengan agama, dimana dasarnya terdapat dalam syariat Tuhan, yang penjelasan dan kelengkapannya diperoleh dengan tenaga akal manusia.
Bertolak dari pengertian atau definisi yang bermacam- macam itu maka Sidi Gazalba memberikan kesimpulan bahwa manusia kita dapat berfilsafat dengan cara mengetahui pengertian filsafat. Sidi Gazalba menjelaskan 3 (tiga) ciri pokok dalam filsafat yang Pertama, adanya unsur berfikir dengan menggunakan akal (filsafat adalah kegiatan berfikir). Kedua, adanya unsur tujuan atau inti mengenai segala sesuatu dengan bersifat material. Ketiga, adanya unsur ciri yaitu berfikir secara mendalam. Upaya sungguh- sungguh dengan menggunakan akal pikiran sebagai alat untuk menemukan hakekat yang berhubungan pendidikan.
Dari beberapan kutipan diatas dapat diketahui bahwa pengertian filsafat dari segi bahasa atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan kebijaksanaan. Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa filsafat adalah berfikir secara mendalam, sistematik, radikal, dan universal, dalam mencari sebuah kebenaran tentang pengetahuan. Ahmad D. Marimba menjelaskan bahwa tidak semua orang bisa berfilsafat, ini disebabkan oleh, orang berfilsafat itu itu berfikir secara mendalam dan sungguh- sungguh, itulah ciri- ciri umum dari filosof sendiri.
Sejarah menunjukkan bahwa kini filsafat tidak lagi membawa pemikiran pada subyek dasar sebagaimana masa lalu. Kemajuan ilmu pengetahuan dan terutama pada ilmu pengetahuan alam telah menggoyahkan dasar- dasar pemikiran filsafat. Banyak hal yang semula merupakan salah satu bagian dari ilmu filsafat yang membahas tentang ilmu asal (epistimologi).
Pada mulanya filsafat memang diakui sebagai induk ilmu pengetahuan (the mother of sciences). Mulanya filsafat harus mampu menjawab pertanyaan tentang segala sesuatu dan segala macam hal. Soal- soal yang berhubungan dengan alam semesta, manusia dengan segala problematika yang tidak bisa dijawab lagi oleh filsafat. Lahirlah ilmu pengetahuan yang sanggup memberikan jawaban terhadap problem- problem tersebut. Dengan perkembangan metodologi ilmiah yang semakin pesat, berkembang pula ilmu pengetahuan tersebut dalam bentuk disiplin- disiplin ilmu dengan kekhususannya masing- masing. Setiap disiplin ilmu pengetahuan memiliki obyek dan saran yang berbeda- beda, yang terpisah satu sama lain. Suatu disiplin ilmu pengetahuan mengurus dan mengembangkan bidangnya sendiri- sendiri dengan tidak memperhatikan kaitan serta hubungannya dengan bidang- bidang lain. Akibat nya terjadi spesialisasi dan pemisahan antar berbagai macam disiplin ilmu tersebut, dan ilmu pengetahuan semakin kehilangan relevansinya dengan dan dalam kehidupan masyarakat dan ummat manusia dengan segala macam problematikanya. Filsafat dengan cara kerjanya yang bersifat sistematis, universal (menyeluruh), dan radikal yang mengupas, menganalisa, secara mendalam ternyata sangat relevan dengan problematika kehidupan manusia yang mampu menjadi perekat kembali antara berbagai macam disiplin ilmu yang terpisah kaitanya dengan yang lain. Dengan demikian, dengan menggunakan analisa filsafat, berbagai macam disiplin ilmu yang berkembang sekarang ini, akan menemukan kembali relevansinyadengan hidup dan kehidupan masyarakat dan akan mampu lagi meningkatkan fungsinya bagi kesejahteraan hidup manusia.
Dari uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa filsafat adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh seorang filosof dalam melakukan proses berfikir secara mendalam, sistematis, dan radikal sampai ke dasar persoalan.
Filsafat sendiri berkembang dan berubah fungsinya dari induk ilmu pengetahuan (the mother of science) menjadi semacam perekat atau pendekatan kembali berbagai macam ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dan terpisah satu dengan yang lain (inter diciplynary approach), dan sekarang lebih cenderung menjadi alat analisa dalam memecahkan masalah filosofis dari dunia ilmu pengetahuan dan kehidupan manusia yang nyata (philosophical analysis).
Pentingnya manusia untuk berfilsafat, yaitu Apabila seseorang bertanya tentang sesuatu, maka sebenarnya dia sudah berfilsafat, karena bertanya berarti ingin tahu dan keingintahuan itu merupakan esensi dari filsafat. Akan tetapi pertanyaan kefilsafatan yang sesungguhnya adalah pertanyaan yang sangat mendalam dan serius. Pertanyaan kefilsatan memerlukan jawaban yang hakiki, dan setelah mendapatkan jawaban, apabila meragukan maka jawaban itu akan dipertanyakan kembali untuk mendapatkan jawaban yang lebih mendalam (hakiki). Selain ketakjuban, yang mendorong manusia berfilsafat adalah karena adanya aporia. Pertanyaan yang timbul akibat aporia ini menurut Ahmad Tafsir muncul di zaman modern. Aporia ini berada di antara percaya dan tidak percaya. Ketika manusia bersikap percaya atau mengambil tidak percaya, maka pikiran tidak lagi bekerja atas hal itu, akan tetapi jika dia berada antara percaya dan tidak percaya maka pikiran mulai bergerak dan berjalan untuk mencari kepastian. Sangsi atau keraguan akan menimbulkan pertanyaan, pertanyaan membuat pikiran bekerja, dan pikiran bekerja akan melahirkan filsafat. Jadi sikap keingintahuan atau ingin kepastian terhadap sesuatu dapat melahirkan filsafat.
Selanjutnya pengertia pendidikan, dalam bahasa Indonesia, kata pendidikan berasal dari kata didik yang mendapat awalan pe- dan akhiran –an. Kamus umum bahasa Indonesia pengertian secara umum adalah perbuatan, (hal, cara, dan sebagainya) mendidik. Maksud pengertian pendidikan diatas
adalah pendidikan merupakan sebuah pengajaran, yaitu dengan memberikan pengetahuan atau pelajaran. Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Paedagogie” yang berarti bimbingan yang diberikan kepada si anak, dalam bahasa pendidikan berasal dari bahasa Inggris yaitu education . Secara semantik (kebahasaan) dari kata pendidikan, pengajaran (education and teaching) sebagaimana pengertian dari kamus umum bahasa Indonesia yakni pengertian pendidikan adalah suatu kegiatan yang atau proses yang berhubungan dengan pembinaan yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain. Hakikatnya, pendidikan merupakan upaya mewariskan nilai, yang akan menjadi penolong dan penuntun umat manusia dalam menjalani kehidupan dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat manusia. Tanpa pendidikan dapat dipastikan bahwa manusia sekarang tidak berbeda dengan generasi manusia masa lampau. Karena itu, secara ekstrim dapat dikatakan bahwa maju mundur atau baik buruknya peradaban suatu masyarakat atau bangsa sangat ditentukan oleh bagaimana proses pendidikan yang dijalani oleh masyarakat bangsa tersebut.
Dalam sejarah, Islam merupakan gerakan raksasa yang telah berjalan sepanjang zaman dalam pertumbuhan dan perkembangan dirinya. Dengan pengalaman- pengalaman yang naik turun, maju mundur dan berliku- liku. Islam telah berhasil memberi dan menerima pengaruh- pengaruh dari lingkungan yang dijumpainya. Perubahan- perubahan fundamental yang terjadi berkat pokok- pokok dasar aajaran agama Islam yang fleksibel dan mengandung falsafah menyeluruh dalam segi- segi kehidupan ummat manusia. Perkembangan kehidupan manusia (masyarakat Islam mempunyai hubungan timbal balik dengan perkembangan pendidikan Islam.
Bila dilihat dari perspektif Pendidikan Islam, pendidikan dapat diartikan sebagai upaya menjadikan manusia sebagai khalifatullah fi-Ardh yang tetap dalam keadaan menghambakan diri kepada Allah (‘Abdullah). Hal ini terlihat pada definisi yang diberikan para ahli. Seperti Omar Muhammad al-Toumy al-Syaebani, misalnya mengartikan pendidikan Islam sebagai usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses kependidikan, perubahan itu dilandasi dengan nilai-nilai Islam.
Pendidikan Islam secara leksikal, pendapat para pakar pendidikan Islam berbeda- beda dalam mengintepretasikan pendidikan Islam. Diantaranya mendefinisikan mengenai pendidikan dari berbagai sudut pandang, Syed Naquib Al – Attas misalnya mendefinisikan mengenai pendidikan Islam yaitu dengan istilah “Tarbiyah, Ta’lim, dan Ta’dib. Menurutnya, istilah Tarbiyah yang diambil dari kata “rabbaa” ( َ ﺎّ ﺑ َر ) dan “rabba” ( ﱠبر) yang diartikan dengan “ Memberi makan, memelihara, dan mengasuh. Istilah-istilah tersebut memuat makna yang sama. Mengenai maknanya, al-Jauhari menegaskan bahwa makna ini mengacu kepada segala sesuatu yang tumbuh, seperti anak-anak, tanaman dan sebagainya. Penerapan kata tarbiyah, dengan demikian tidak terbatas pada manusia saja, melainkan meluas pada species-specieslain seperti tanaman dan hewan. Medan semantiknya yang luas ini menyebabkan istilah tarbiyah tidak tepat untuk mengartikan pendidikan yangdalam konsep Islam hanya berlaku untuk manusia. Pertama, dalam pernyataan Naguib al-Attas itu disebutkan bahwa dengan istilah tarbiyah orang bisa mengacu kepada peternakan hewan dan perkebunan. Padahal pendidikan dalam Islam adalah sesuatu yang khusus untuk manusia.
Kedua, sebagaimana yang digunakan dalam al-Qur’an, istilah tarbiyah tidak mencerminkan faktor-
faktor esensial pengetahuan dan intelektual yang pada dasarnya merupakan komponen-komponen inti dalam pendidikan Islam yang sesungguhnya. Pengertian ini memang tidak berjauhan dari pemakaiannya sebagaimana terdapat dalam Q.S. Al-Isra’:24
Artinya: Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".
Ketiga, kalaupun istilah tarbiyah bisa diberikan pengertian yang berkaitan dengan pengetahuan, maka konotasinya cenderung kepada pemilikan pengetahuan bukan kepada proses penanamannya. Bagi Naguib al-Attas inti dari proses pendidikan yang sebenarnya adalah “proses penanaman”, bukan kepada pemilikannya.
Istilah lain dari pendidikan adalah Ta’lim, merupakan masdar dari kata a’llama yang berarti pengajaran yang berarti pengajaran yang bersifat pemberian, atau penyampaian, pengertian, pengetahuan, dan keterampilan. Penunjukkan kata ta’lim pada pengertian pendidikan, sesuai dengan firman Allah Al- Quran Surat Al- Baqarah ayat 31:
Artinya: Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman:" Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"
Maksud dari pengertian ta’lim diatas adalah sebatas pentransferan seperangkat nilai antar manusia, yang hanya dituntut untuk menguasai nilai yang ditransferkan secara kognitif dan psikomotorik, akan tetapi tidak dituntut pada domain afektif. Istilah ta’dib, menurut menurut kamus besar Bahasa Arab “Al Mu’jam Al Wasith” biasa diterjemahkan dengan “ pelatihan atau
pembiasaan” mempunyai kata dan makna dasar sebagai berikut:
a. Ta’dib berasal dari kata dasar “ adaba- ya’dubu” yang berarti melatih, untuk berprilaku yang baik dan sopan santun
b. Ta’dib berasal dari kata “adaba ya’ dibu” yang berarti mengadakan pesta atau penjamuan yang berarti berbuat dan berperilaku sopan santun.
c. Kata “addaba” sebagai bentuk kata kerja ta’dib mengandung pengertian mendidik, melatih, memperbaiki, mendisiplin, memberi tindakan.
Dapat dipahami bahwa pendidikan Islam itu merupakan satu proses yang tidak hanya menyangkut transfer ilmu, akan tetapi bagaimana menjadikan manusia makhluk berakhlak dengan
akhlak yang baik serta dari hasil pendidikan itu dapat membantu kehidupan diri dan kemasyarakatannya dengan berlandasan ajaran Islam. Faktor agama tampaknya memang tak dapat dipisahkan dari hubungannya dengan perilaku manusia, baik secara individu maupun secara kelompok. Manusia mempunyai kebutuhan keagamaan yang instrinsik yang tidak dapat dijelaskan melalui sesuatu yang mengatasinya dan yang diturunkan dari kekuatan-kekuatan supranatural.
Marimba menjelaskan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan si rohani si terdidik menuju terbetuknya kepribadian yang utama atau sempurna. Dalam perkembanganya istilah pendidikan merupakan sebuah usaha yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi dari arah mental.
Didalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Dengan demikian penulis menyimpulkan tentang pengertian pendidikan, adalah sebuah usaha sadar yang dilakukan oleh guru (pendidik) guna untuk membentuk kepribadian peserta didik untuk memimpin perkembangan potensi jasmani dan rohaninya ke arah kesempurnaan.
Jika filsafat merupakan pandangan hidup yang erat hubungannya dengan nilai-nilai sesuatu yang dianggap benar. Dengan demikian filsafat dijadikan pandangan hidup oleh sesuatu masyarakat, maka mereka berusaha untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan nyata. Jelaslah bahwa
filsafat sebagai pandangan hidup suatu bangsa berfungsi sebagai tolok ukur bagi nilai-nilai tentang kebenaran yang harus dicapai. Adapun untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dilakukan dengan berbagai cara salah satunya lewat pendidikan.
Pada dasarnya pendidikan memerlukan landasan yang berasal dari filsafat atau hal-hal yang berhubungan dengan filsafat. Sebagai landasan karena filsafat melahirkan pemikiran-pemikiran yang teoritis tentang pendidikan dan dikatakan hubungan karena berbagai pemikiran tentang pendidikan memerlukan bantuan penyelesaiaannya dari filsafat, adapun pengertian filsafat pendidikan Islam menurut para tokoh pendidikan:
a. Muzayyin Arifin menjelaskan bahwa filsafat pendidikan Islam pada hakikatnya adalah konsep berpikir tentang kependidikan yang bersumber atau berlandaskan ajaran – ajaran agama Islam tentang hakikat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan serta
dibimbing menjadi manusia muslim yang seluruh pribadinya dijiwai oleh ajaran agama Islam, dalam arti filsafat pendidikan Islam mengkaji tentang berbagai masalah yang berhubungan dengan pendidikan seperti manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan, kurikulum, metode, materi pembelajaran, pendidik (guru), peserta didik, lingkungan pembelajaran.
b. Menurut Omar Muhammad al- Taomy al- Syaibani filsafat pendidikan Islam adalah pelaksanaan pandangan filsafat atau kaidah filsafat Islam dalam bidang pendidikan itu dapat memperoleh manfaat, tujuan- tujuan dan fungsi- fungsi yang diharapkan dan dikembangkan.
Terdapat perbedaan antara filsafat pendidikan dengan filsafat pendidikan Islam, yaitu perbedaanya filsafat pendidikan Islam bersumber dari Al- Quran dan Al- Hadis. Dengan kata lain bahwa kata Islam yang mengiringi kata filsafat pendidikan menjadi sifat, yakni sifat dari filsafat pendidikan tersebut.
Jadi filsafat pendidikan Islam adalah ilmu pendidikan yang bersendikan filsafat atau filsafat yang diterapkan dalam usaha pemikiran dan pemecahan mengenai pendidikan. Peranan filsafat yang mendasari berbagai aspek pendidikan ini sudah barang tentu merupakan kontribusi utama bagi pembinaan pendidikan. Kalau mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti akan memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematis, logis dan menyeluruh universal tentang pendidikan yang tidak hanya dilatarbelakangi oleh ilmu pengetahuan agama Islam saja, melainkan menuntut kepada kita semua untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan. Melakukan pemikiran pada hakikatnya adalah usaha menggerakkan semua potensi psikologi manusia seperti pikiran, kecerdasan, kemauan, perasaan, ingatan serta pengamatan panca indera tentang gejala kehidupan terutama manusia dan alam semesta sebagai ciptaan. Keseluruhan proses pemikiran tersebut didasari dengan pengalaman yang mendalam serta luas tentang problema kehidupan dan kenyataan dalam jagat raya dan dalam dirinya sendiri.
2. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam
Penjelasan mengenai ruang lingkup ini mengandung indikasi bahwa filsafat pendidikan Islam adalah sebuah disiplin ilmu, yang mau tidak mau menunjukkan dengan jelas mengenai bidang kajiannya atau cakupan penjelsannya.
Arifin menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematis, logis, universal (menyeluruh) tentang pendidikan, yang tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam saja, melainkan menuntut untuk mempelajari ilmu
yang relevan.
Seperti yang dijelaskan diatas bahwa ruang lingkup filsafat pendidikan Islam adalah sebuah masalah tujuan pendidikan, kurikulum pendidikan, metode, materi, evaluasi, dan lingkungan pendidikan. Masalah diatas tersusu dan dilatarbelakangi oleh pendidikan Islam. dengan kata lain mengkaji filsafat
pendidikan Islam itu seseorang akan diajak memehami konsep tujuan pendidikan, konsep kurikulum, konsep metode, konsep guru yang baik, konsep materi, konsep evaluasi, dan seterusnya yang dilakukan secara mendalam, sistematis, logis, radikal, dan universal berdasarkan tuntutan ajaran agama Islam, yang berdasarkan AL Quran dan Al Hadis. Dalam hubungan dengan ruang lingkup filsafat pendidikan Islam, M. Arifin lebih lanjut menjelaskan bahwa ruang lingkup pemikirannya diatas bukanlah mengenai hal- hal yang bersifat teknis operasional pendidikan, melainkan segala hal yang mendasari serta mewarnai corak sistem pemikirannya yang
disebut filsafat itu.
Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa ruang lingkup pembahasan filsafat pendidikan Islam ini adalah pemikiran yang serba mnedalam, mendasar, sistematis, terpadu, logis, dan menyeluruh (universal) mengenai problematika kependidikan seperti halnya dasar/ asas pendidikan Islam, kurikulum pendidikan Islam, metode pendidikan Islam, evaluasi pendidikan Islam.
3. Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam
Secara kegunaan (aksiologi) seperti yang diketahui bahwa setiap ilmu sudah pasti memiliki nilai guna, yakni filsafat pendidikan Islam menurut Omar Muhammad Al- Taomy Al Syabany yang mengemukakan bahwa kegunaan filsafat pendidikan Islam diantara lain:
a. Filsafat pendidikan itu dapat menolong para perancang pendidikan dan orang- orang yang melaksanakannya dalam suatu negara untuk membentuk pemikiran sehat terhadap sistem pendidikan. Memperbaiki peningkatan pelaksanaan pendidikan serta kaidah dan cara mereka
mengajar yang mencakup penilaian, bimbingan, dan penyuluhan.
b. Filsafat pendidikan dapat menjadi asas terbaik untuk penilaian pendidikan dalam arti yang menyeluruh.
c. Filsafat pendidikan Islam akan menolong dalam memberikan pendalaman pemikiran bagi faktor- faktor spiritual, kebudayaan, social, ekonomi, dan politik dinegara kita.
Secara khusus Marimba menjelaskan tentang kegunaan filsafat pendidikan Islam, menurutnya filsafat pendidikan Islam dapat dijadikan sebagai pegangan pelaksanaan pendidikan yang akan menghasilakan generasi- generasi baru yang berkepribadian muslim. Sehingga generasi- generasi baru
ini selanjutnya akan mengembangkan usaha- usaha pendidikan dan mungkin mengadakan penyempurnaan atau penyusunan kembali filsafat yang mendasari usaha- usaha pendidikan itu dan membawa hasil yang lebih besar. Arifin mengatakan bahwa dilihat dari fungsinya, maka filsafat pendidikan Islam merupakan pemikiran yang mendasar dan melandasi dengan mengarahkan proses pelaksanaan pendidikan Islam. Oleh karena itu, filsafat pendidikan Islam ini seharusnya memberikan gambaran tentang sampai mana proses tersebut dapat direncanakan dan dalam ruang lingkup serta dimensi bagaimana proses tersebut dilaksanakan. Beliau juga menjelaskan bahwa filsafat pendidikan Islam juga bertugas melakukan kritik- kritik tentang metode- metode yang digunakan dalam proses pendidikan Islam itu serta sekaligus memberikan pengetahuan mendasar tentang bagaimana metode tersebut didayagunakan dan diciptakan agar efektif dalam mencapai sebuah tujuan. Sehingga filsafat pendidikan Islam itu memiliki tugas sebagai berikut:
1) Memberikan landasan dan sekaligus mengarahkan kepada proses pelaksanaan pendidikan yang berdasarkan Islam.
2) Melakukan kritik dan koreksi terhadap proses pelaksanaan pendidikan tersebut.
3) Melakukan evaluasi terhadap metode yang digunakan dalam proses pendidikan tersebut.
Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa kegunaan filsafat pendidikan Islam berfungsi untuk mengarahkan dan memberikan landasan pemikiran yang sistematik, mendalam, logis, universal, dan radikalterhadap berbagai masalah yang dapat dioperasikan dalam bidang pendidikan, yang tidak lain menggunakan acuan al- Quran dan al Hadis.
4. Metode Pengembangan Filsafat Pendidikan Islam
Perihal yang menyangkut metode pengembangan filsafat pendidikan Islam yang berhubungan erat dengan akselerasi penunjuk operasional dan teknis mengembangkan ilmu, yang semestinya didukung dengan penguasaan metode baik secara teoritis maupun praktis untuk tampil sebagai mujtahid atau pemikir dan keilmuan. Asumsi yang terbangun bahwasannya karya Omar
Mohammad al-Toumy al-Syaibani (Falsafah Pendidikan Islam) yang tidak membahas metode tersebut. Apalagi mencukupkan sumber analisa hanya pada Plato dan Aritoteles-isme, padahal sefaham dengan para filosof Muslim (al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Rusyd dan yang sealiran dengannya). Kuat kemungkinannya ia terperangkap oleh missi dan strategi Barat yang mensupremasi dalam segala bidang. Tentang metode pengembangan filsafat pendidikan Islam paling tidak bersumber pada empat hal, yakni:
a. Bahan tertulis (tekstual) al-Qur’an, al-Hadits dan pendapat pendahulu yang baik “salafus saleh”– bahan empiris, yakni dalam praktek kependidikan (kontekstual);
b. Metode pencarian bahan; khusus untuk bahan dari al-Qur’an dan al-Hadits bisa melalui “Mu’jam al-Mufahros li Alfazh al-Karim” karya Muhammad Fuad Abd al-Baqi atau “Mu’jam al-Mufahros li Alfazh al-Hadits” karya Weinsink, dan bahan teoritis kepustakaan serta bahan teoritis lapangan;
c. Metode pembahasan (penyajian); bisa dengan cara berpikir yang menganalisa fakta-fakta yang bersifat khusus terlebihdahulu selanjutnya dipakai untuk bahan penarikan kesimpulan yang bersifat umum (induktif); atau cara berpikir dengan menggunakan premis-premis dari fakta yang bersifat umum menuju ke arah yang bersifat khusus (deduksi); dan
d. Pendekatan (approach); pendekatan sangat diperlukan dalam sebuah analisa, yang bisa dikategorikan sebagai cara pandang (paradigm) yang akan digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena.
Dari pemaparan diatas penulis menyimpulkan bahwa yang dikembangkan dan dikaji dalam problematika filsafat pendidikan Islam ialah harus menggunakan pendekatan yang berasal dari perpaduan ketiga disiplin ilmu diatas yaitu: filsafat, ilmu pendidikan dan ilmu ke Islaman. Sebagaimana uraian terdahulu, yakni sebuah kajian tentang pendidikan yang radikal, logis, sistematis dan universal. Namun ciri-ciri dari berfikir filosofis ini dibatasi dengan ketentuan ajaran Islam.