Konsep self adalah kumpulan keyakinan dan persepsi diri terhadap diri sendiri yang terorganisir. Dengan kata lain, konsep diri tersebut bekerja sebagai skema dasar. Self memberikan sebuah kerangka berpikir yang menentukan bagaimana kita mengolah informasi tentang diri kita sendiri, kemampuan, danbanyak hal.
Konsep diri merupakan suatu asumsi-asumsi atau skema diri mengenai kualitas personal yang meliputi penampilan fisik (tinggi, pendek, berat, ringan, dsb), trait/kondisi psikis (pemalu, kalm, pencemas, dsb) dan kadang-kadang juga berkaitan dengan tujuan dan motif utama. Konsep diri dapat dikatakan merupakan sekumpulan informasi kompleks yang berbeda yang dipegang oleh seseorang tentang dirinya.
Chaplin mengemukakan bahwa konsep diri adalah evaluasi individu mengenai diri sendiri; penilaian atau penaksiran mengenai diri sendiri oleh individu yang bersangkutan. Papalia, Olds, dan Feldman (2004) menanbahkan bahwa konsep diri terbentuk karena adanya interaksi dengan orang-
orang sekitarnya. Apa yang dipersepsikan individu lain mengenai diri individual, tidak terlepas dari struktur, peran, dan status sosial yang disandang seorang individu.
Pai mengartikan konsep diri adalah pandangan seseorang tentang dirinya sendiri yang menyangkut apa yang ia ketahui dan rasakan tentang perilakunya, isi pikiran dan perasaannya, serta bagaimana perilakunya tersebut berpengaruh terhadap orang lain. Di sini konsep diri yang dimaksud adalah bayangan seseorang tentang keadaan dirinya sendiri pada saat ini dan bukanlah bayangan ideal dari dirinya sendiri sebagaimana yang diharapkan atau yang disukai oleh individu yang bersangkutan.
Konsep diri adalah apa yang dipikirkan dan dirasakan tentang dirinya sendiri. Ada dua konsep diri, yaitu konsep diri komponen kognitif dan konsep diri komponen afektif. Komponen kognitif disebut self image dan komponen afektif disebut disebut self esteem. Komponen kognitif adalah pengetahuan individu tentang dirinya mencakup pengetahuan “siapa saya” yang akan memberikan gambaran tentang diri saya. Gambaran ini disebut citra diri. Sementara itu, komponen afektif merupakan penilaian individu terhadap dirinya sendiri yang akan membentuk bagaimana penerimaan terhadap diri dan harga diri individu.
Individu dengan konsep diri positif memiliki evaluasi diri dan evaluasi atas lingkungannya yang positif sehingga individu tidak akan bersikap defensif baik terhadap diri maupun terhadap orang lain. Sebaliknya, individu dengan konsep diri negatif akan memandang dunia dengan cara yang tidak menyenangkan dan akan bersikap defensif baik terhadap orang lain. Konsep diri berkembang dari pengalaman seseorang tentang berbagai hal mengenai dirinya sejak ia kecil, terutama yang berkaitan dengan perlakuan orang lain terhadap dirinya. Begitu pula dengan konsep diri remaja. Santrock menjelaskan bahwa remaja memiliki pemikiran tentang siapakah diri mereka dan apa yang membuat mereka berbeda dengan orang lain. Mereka memegang erat identitas dirinya dan berpikir bahwa identitasnya ini bisa menjadi labih stabil. Nyata atau tidak, perkembangan pemikiran seorang remaja mengenai diri dan keunikan dirinya merupakan suatu kekuatan yang besar dalam hidup. Penjelasan tentang diri akan dimulai dari informasi mengenai pemahaman diri remaja dan kemudian rasa percaya diri dan konsep diri.
Berdasarkan uraian di atas konsep diri yaitu konsep dasar tentang diri sendiri, pikiran serta opini pribadi terhadap diri sendiri, juga kesadaran tentang siapa dirinya. Dalam penelitian ini konsep diri yang dimaksud yaitu pandangan seorang remaja terhadap dirinya sendiri saat menghadapi kedatangan menarche. Kedatangan menarche yang disertai perubahan bentuk tubuh menimbulkan rasa cemas dan perasaan belum siap pada diri remaja dalam menghadapi menarche. Konsep diri yang positif akan membawa anak pada rasa bangga saat mengalami menarche sebab ia merasa sudah siap menghadapi menarche dan menganggap dirinya sudah dewasa (terutama secara biologis).
Aspek-aspek konsep diri menurut Berzonsky, yaitu:
a. Aspek fisik, yaitu penilaian individu terhadap segala sesuatu yang dimiliki.
b. Aspek psikis, yaitu meliputi pikiran, perasaan, dan sikap individu terhadap dirinya.
c. Aspek sosial, yaitu tentang bagaimana peranan sosial yang dimainkan oleh individu dan penilaian individu terhadap peran tersebut.
d. Aspek moral, yaitu meliputi nilai dan prinsip yang memberi arti dan arah bagi kehidupan.
Pudjijoyanti menyatakan bahwa konsep diri terbentuk atas dua komponen, yaitu:
a. Komponen kognitif. Yaitu merupakan pengetahuan individu tentang keadaan dirinya atau penjelasan diri “siapa saya” yang akan memberi gambaran tentang diri saya. Komponen kognitif ini selanjutnya disebut sebagai gambaran diri (self picture) yang akan membentuk citra diri (self image). Komponen ini merupakan data yang bersifat obyektif.
b. Komponen afektif. Yaitu merupakan penilaian individu terhadap dirinya. Penilaian tersebut akan membentuk penerimaan diri (self acceptance) serta harga diri (self esteem) individu. Komponen ini merupakan data yang bersifat subyektif.
Song & Hattie menyatakan bahwa aspek-aspek konsep diri dibedakan menjadi konsep diri akademis dan konsep diri non-akademis. Konsep diri non-akademis dibedakan lagi menjadi konsep diri sosial dan penampilan diri. Jadi, pada dasarnya konsep diri mencakup aspek konsep diri akademis, konsep diri sosial dan penampilan diri.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk membentuk konsep diri positif ada banyak aspek yang harus diperhatikan. Salah satunya dalam aspek kognitif. Pengetahuan individu tentang dirinya sendiri akan memberikan gambaran tentang dirinya, sehingga individu diharapkan mampu mengenali dirinya secara menyeluruh, baik kekurangan meupun kelebihannya sehingga dapat memperbaiki hal-hal yang sekiranya perlu untuk diperbaiki dan mengembangkan setiap kelebihan yang dimiliki.
Dalam menghadapi kedatangan menarche para remaja dianggap perlu mempersiapkan diri salah satunya yaitu dengan menambah pengetahuan tentang menstruasi seperti apa saja yang harus dipersiapkan ketika menstruasi datang, bagaimana cara menjaga kebersihan ketika menstruasi, adakah perubahan bentuk tubuh setelah menstruasi, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan menstruasi.
Dengan demikian remaja dipastikan dapat lebih siap dalam menghadapi menarche.
3. Kondisi-kondisi / Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri Remaja.
Kondisi-kondisi yang mempengaruhi konsep diri remaja menurut Hurlock (1980) antara lain:
a. Usia kematangan. Remaja yang matang lebih awal, yang diperlakukan seperti orang yang hampir dewasa, mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik. Remaja yang matang terlambat, yang diperlakukan seperti kanak-kanak, merasa salah dimengerti. Dan bernasib kurang baik sehingga cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri.
b. Penampilan diri. Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri meskipun perbedaan yang ada menambah daya tarik fisik. Tiap cacat fisik merupakan sumber yang memalukan yang menyebabkan perasaan rendah diri. Sebaliknya daya tarik fisik menimbulkan penilaian yang menyenangkan tentang ciri kepribadian dan menambah dukungan sosial.
c. Kepatutan seks. Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat, dan perilaku membantu remaja mencapai konsep diri yang baik. Ketidakpatutan seks membuat remaja sadar diri dan hal ini memberi akibat buruk pada perilakunya.
d. Nama dan julukan. Remaja merasa peka dan malu bila teman-teman sekelompok menilai namanya buruk atau bila mereka memberi nama julukan yang bernada cemoohan.
e. Hubungan keluarga. Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan orang ini dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini sesama jenis, maka akan tertolong untuk mengembangkan konsep diri yang layak untuk jenis seksnya.
f. Teman-teman sebaya. Teman-teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman tentang dirinya dan kedua, ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui oleh kelompok.
g. Kreatifitas. Remaja yang semasa kanak-kanak didorong agar kreatif dalam bermain dan dalam tugas-tugas akademis, mengembangkan perasaan individualitas dan identitas yang memberi pengaruh yang
baik pada konsep dirinya. Sebaliknya, remaja yang sejak awal masa kanak-kanak didorong untuk mengikuti pola yang sudah diakui kurang mempunyai perasaan identitas dan individualitas.
h. Cita-cita. Bila remaja yang mempunyai cita-cita yang tidak realistis, ia akan mengalami kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak mampu dan reaksi-reaksi bertahan di mana ia menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Remaja yang realistik tentang kemampuannya lebih banyak mengalami keberhasilan daripada kegagalan. Ini akan menimbulkan kepercayaan diri yang lebih besar yang memberikan konsep diri yang lebih baik.
Thalib (2010) menjelaskan bahwa secara umum, konsep diri sebagai gambaran tentang diri sendiri dipengaruhi oleh hubungan atau interaksi individu dengan lingkungan sekitar, pengamatan terhadap diri sendiri dan pengalaman dalam kehidupan keseharian. Sebagaimana halnya dalam perkembangan pada umumnya, keluarga, khususnya orang tua berperan penting dalam perkembangan konsep diri anak. Konsep diri terbentuk dan atau berkembang secara gradual dalam proses pengasuhan termasuk interaksi interpersonal antara ibu-anak.
Menurut Baldwin dan Holmes (dalam Calhoun & Acocella, 1995), terdapat beberapa faktor pembentuk konsep diri, khususnya konsep diri remaja, yakni:
1. Orang tua sebagai kontak sosial yang paling awal yang kita alami, dan yang paling kuat, apa yang dikomunikasikan oleh orang tua pada anak lebih menancap daripada informasi lain yang diterima anak sepanjang hidupnya.
2. Kawan sebaya yang menempati kedudukan kedua setelah orang tuanya dalam mempengaruhi konsep diri; apalagi perihal penerimaan atau penolakan, peran yang diukir anak dalam kelompok teman sebayanya mungkin mempunyai pengaruh yang dalam pada pandangan tentang dirinya sendiri.
3. Masyarakat yang menganggap penting fakta-fakta kelahiran di mana akhirnya penilaian ini sampai kepada anak dan masuk ke dalam konsep diri.
4. Belajar di mana muncul konsep bahwa konsep diri kita adalah hasil belajar, dan belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan psikologis yang relatif permanen yang terjadi dalam diri kita sebagai akibat dari pengalaman.
4. Peran Konsep Diri dalam Usaha Memperbaiki Kepribadian
Hurlock menjelaskan bahwa konsep diri merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan remaja dalam usaha untuk memperbaiki kepribadiannya. Menurut Hurlock (1980) keberhasilan remaja dalam usaha untuk memperbaiki kepribadiannya bergantung pada banyak faktor, antara lain:
Pertama, ia harus menentukan ideal-ideal yang realistik dan dapat mereka capai. Kalau tidak, ia pasti akan mengalami kegagalan dan bersamaan dengan itu akan mengalami perasaan tidak mampu, rendah diri dan bahkan menyerah bila ia menimpakan kegagalannya pada orang lain.
Kedua, remaja harus membuat penilaian yang realistik mengenai kekuatan dan kelemahannya. Perbedaan yang mencolok antara kepribadian yang sebenarnya dengan ego ideal akan menimbulkan kecemasan, perasaan kurang enak, tidak bahagia dan kecenderungan menggunakan reaksi-reaksi bertahan.
Ketiga, para remaja harus mempunyai konsep diri yang stabil. Konsep diri biasanya bertambah stabil dalam periode masa remaja. Hal ini memberi perasaan kesinambungan dan memungkinkan remaja memandang diri sendiri dalam cara yang konsisten, tidak memandang diri hari ini berbeda dengan hari lain. Ini juga meningkatkan harga diri dan memperkecil perasaan tidak mampu.
Keempat dan yang paling penting, remaja harus merasa cukup puas dengan apa yang mereka capai dan bersedia memperbaiki prestasi-prestasi di bidang-bidang yang mereka anggap kurang. Menerima diri sendiri menimbulkan perilaku yang membuat orang lain menyukai dan menerima remaja. Ini kemudian
mendorong perilaku remaja yang baik dan mendorong perasaan menerima diri sendiri. Sikap terhadap diri sendiri menentukan kebahagiaan seseorang.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan selain menentukan ideal-ideal yang realistik yang dapat dicapai, penilaian realistik mengenai kekuatan dan kelemahan, cukup puas dengan hal yang telah dicapai dan bersedia memperbaiki prestasi yang dianggap kurang, konsep diri yang dimiliki remaja juga akan mempengaruhi proses perbaikan kepribadian. Remaja yang memiliki konsep diri yang stabil cenderung melihat dirinya secara konsisten. Hal ini mendukung perlunya dilakukan penelitian mengenai konsep diri.