Menurut Husserl, fenomenologi adalah pengalaman subjektif atau pengalaman fenomenologikal atau suatu studi tentang kesadaran dari perspektif pokok dari seseorang. Fenomenologi memiliki riwayat cukup panjang dalam penelitian sosial, termasuk psikologi, sosiologi, dan pekerjaan sosial. Fenomenologi adalah pandangan berpikir yang menekankan pada fokus interprestasi dunia. Dalam hal ini, para peneliti fenomenologi ingin memahami bagaimana dunia muncul kepada orang lain.
Fenomenologi menyelidiki pengalaman kesadaran yang berhubunga n dengan pertanyaan, seperti bagaimana pembagian antara subjek dan objek muncul dan bagaimana suatu hal didunia ini diklasifikasikan. Para fenomenolog juga berasumsi bahwa kesadaran bukan dibentuk karena kebetulan dan dibentuk oleh sesuatu yang lainnya dirinya sendiri. Ada tiga yang memengaruhi pandangan fenomenologi, yaitu Edmund Husserl, Alfred Schultz, dan Weber. Weber memberi tekanan verstehen, yaitu pengertian dari interpretatif terhadap pemahaman manusia. Fenomenologi dengan demikian merupakan salah satu teori yang menentang paradigma yang menjadi mainstream dalam sosiologi, yakni struktural fungsional. Filsuf Edmund Husserl (1859-1938) yang dikenal sebagai founding father fenomenologi mengembangkan ide tentang dunia kehidupan (lifeworld). Ia menggunaka n filsafat fenomenologi untuk mengetahui bagaimana sebenarnya struktur pengalaman yang merupakan cara manusia mengorganisasi realitasnya sehingga menjadi terintegrasi dan autentik. Bagi Husserl, dunia kehidupan menyediakan dasar-dasar harmoni kultural dan aturan-aturan yang menentukan kepercayaan-kepercayaan yang diterima apa adanya (taken forgranted) dalam sebuah tata kelakuan sistematik.
Fenomenologi secara esensial merupakan perspektif modern tentang manusia dan dunianya. Gerakan filsafat sangat dekat berhubungan dengan abad 20. Perspektif ini seperti semua gerakan-gerakan filsafat lainnya dapat ditelusuri dari naskah-naskah kuno dan yang lebih penting lagi berakar dari filsafat skolastik abad pertengahan. Meskipun demikian, para teori fenomenologi, ada umumnya berkiblat pada karya-karya Edmund Husserl sebagai titik pijakan (point of departure), dan Husserl mengulangi apa yang menjaadi perhatian Rene Descrates dan filsafat sebelumnya sebagai permulaan perspektif fenomenologi secara meyakinkan.

Fenomenologi memfokuskan studinya pada masyarakat berbasis makna yang dilekatkan oleh anggota. Apabila filsafat Edmund Husserl yang memfokuskan pada pemahaman fenomena dunia, fenomenologi yang diterapkan dalam sosiologi, khususnya Alfred schutz (1962) yang bekerja sa ma dengan teori yang memegang teguh pragmatisme Mead, dan menjelaskan mengenai sosiologi kehidupan sehari-hari. Schutz dan Mead, keduanya memfokuskan pada proses sosialisasi yang menjadi “cadangan pengetahuan umum” (common stock of knowledge) dari anggota masyarakat, kemampuan mereka berinteraksi (perspektif resiprositas), dan relevansi pemahaman makna yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.
Fenomenologi merupakan perspektif sosiologi yang concern pada kehidupan sehari-hari selain interaksionisme simbolik, dramaturgi, teori labeling, ethnometodologi, sosiologi eksistensial, dan sosiologi postmodern. Di antara persepektif-perspektif teoritis tersebut terdapat ide yang sama, yakni dengan mempertahankan integritas fenomena. Peneliti harus mencurahkan waktu dengan anggota masyarakat yang ditelitinya untuk memperoleh sebuah pemahaman tentang bagaimana pandangan kelompok dan menjelaskan kehidupan sosial tempat anggota masyarakat menjalani kehidupan sehari-hari mereka. Peneliti tidak boleh menyertakan asumsi teoritis dalam studinya akan tetapi menderivikasikan ide-ide yang berasal dari anggota masyarakat. Jadi, seluruh sosiologi kehidupan sehari-hari menggunakan observasi partisipan, wawancara mendalam, atau keduanya dan juga penalaran induktif untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik dan meminimalkan distorsi dari fenomena yang ditelitinya.
Tugas utama fenomenologi sosial adalah mendemonstrasikan interaksi resiprokal di antara proses-proses tindakan manusia, penstrukturan situasional, dan konstruksi realitas. Tidak seperti kaum positivis yang melihat setiap aspek sebagai suatu faktor kasual, fenomenolog melihat bahwa semua dimensi sebagai pembentuk realitas. Biasanya, para fenomenolog menggunakan istilahrefleksivitas untuk menandai cara ketika dimensi-dimensi unsur pokok berfungsi, baik sebagai fondasi maupun konsekuensi dari seluruh aspek kehidupan manusia. Tugas fenomenologi kemudian adalah untuk mengungkapkan (menjadikan sebagai suatu yang manifes) refleksivitas tindakan, situasi, dan realitas dalam berbagai mod al dari “ sesuatu yang ada di dunia” (being in the world). Fenomenolog memulai dengan suatu analisis sikap alamiah (natural attitude), hal ini dipahami sebagai cara pada umumnya individu berpartsipasi dalam kehidupan sosial, menggunakan pengetahuan yang diterima apa adanya (taken for granted), mengasumsikan objektivitasnya, dan melakukan tindakan yang sebelumnya telah ditentukan (direncanakan).
Bahasa, budaya, dan common sense yang muncul dalam sikap alamiah merupakan ciri objektif dari dunia eksternal yang dipelajari aktor dalam proses kehidupannya. Fenomenologi merupakan teori sosiologi yang mempunyai pengaruh yang luas. Dalam sosiologi kontemporer, pengaruhnya dapat dilihat dari meningkatnya humanisasi, baik dalam kerangka teori, metodologi riset, serta prosedur penilaian, dan model-model instruksional dalam pendidikan. Pemikiran fenomenologi juga mempunyai pengaruh terhadap teori postmodern, poststrukturalisme, situasinalisme, dan revleksivitas, yang menjadi core fenomenologi juga dikena dalam teori-teori di atas. Pendekatan Fenomenologi adalah metode yang biasa diterapkan dalam kajian sosiologi untuk memahami dan menerangkan sebuah fenomena sosial. Ditegaskan bahwa tugas utama sosiologi, adalah berupaya memahami dan menjelaskan tetapi bukannya menghakimi aspek baik dan buruk maupun benar atau salah.
ADS HERE !!!